Cetak

Mahkamah Agung membantah keras keterangan pers yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa lalu. Dalam keterangannya ICW menuding badan peradilan sebagai surga bagi para koruptor.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Nurhadi, membantah laporan ICW tersebut. Nurhadi prihatin dalam laporannya ICW tidak menggunakan data akurat sehingga menyesatkan dan dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar.

“Kami sudah mengumpulkan data semester I tahun 2010, yaitu sejak Januari 2010 hingga Agustus 2010 dari seluruh badan peradilan di Indonesia. Faktanya, prosentasi perkara korupsi yang diputus bebas di tingkat kasasi, baru berjumlah 3% dari total 240 perkara yang sudah putus. Jadi data apa yang sebenarnya digunakan ICW? Tunjukan, mana data yang digunakan, Mahkamah Agung siap memberikan data yang valid” demikian disampaikan Nurhadi.

Nurhadi menambahkan, bahwa Mahkamah Agung bahkan telah mengabulkan 56 permohonan kasasi jaksa dan menghukum terdakwa yang sebelumnya dibebaskan pada pengadilan tingkat pertama mapun pada pengadilan tingkat banding. Ini artinya, Mahkamah Agug memiliki komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi di tanah air. Bila terbukti bersalah, sikap Mahkamah Agung jelas dan tegas, tidak ada kompromi bagi koruptor. Namun perlu dipahami, bahwa tidak semua perkara yang diajukan ke pengadilan memiliki cukup bukti materiil. Sehingga, terhadap perkara yang demikian, siapapun tidak dapat memaksakan hakim untuk menghukum terdakwa untuk alasan dan kepentingan apapun.

Terkait persidangan di pengadilan, Nurhadi menjelaskan bahwa proses tersebut melibatkan para pihak yang termasuk dalam integrated criminal justice system. Putusan hakim akan sangat bergantung pada pembuktian di persidangan, sehingga jaksa harus mampu menghadirkan alat bukti yang cukup, sebagai dasar hakim menghukum seorang terdakwa. Akan tetapi, dalam kondisi dimana hakim melakukan pelanggaran kode etik dalam memeriksa dan mengadili sebuah perkara, sehingga putusannya tidak mencerminkan rasa keadilan, Nurhadi memastikan bahwa Mahkamah Agung tidak akan melindungi oknum yang demikian.

Nurhadi juga menegaskan “Kasus Gayus baru-baru ini menjadi bukti Mahkamah Agung tidak melindungi oknum hakim yang melanggar kode etik maupun diduga terlibat korupsi dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara. Sampai dengan Maret 2010, Mahkamah Agung sudah menghukum berat 4 orang hakim yang terbukti melakukan perbuatan tercela melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim”.

Berdasarkan data dari 266 pengadilan negeri di seluruh Indonesia, terhadap 377 perkara yang diajukan, 289 perkara sudah diputus dan sebanyak 43 perkara diputus bebas. Sementara itu, dari 377 perkara di Pengadilan Negeri, 322 diantaranya banding di Pengadilan Tinggi. 262 putusan diantaranya menguatkan putusan sebelumnya, tanpa satupun putusan bebas.

Adapun untuk perkara permohonan kasasi di Mahkamah Agung, sepanjang Januari hingga Agustus 2010 Mahkamah Agung menerima 619 permohonan. Dari jumlah tersebut, 240 perkara sudah diputus dan hanya 6 perkara atau 3% yang diputus bebas di tingkat kasasi.

sumber: http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=1657