Pembinaan bagi Calon Pimpinan Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus, Kelas I A, dan Kelas I B tersebut merupakan pembekalan sebelum memangku jabatan promosi sesuai klasifikasi masing-masing sebagaimana menjadi harapan Ketua Mahkamah Agung RI kepada Dirjen Badilum dan Kepala Bawas, demikian ditegaskan oleh Herri Swantoro pada awal pembinaannya.

Bawas Sebagai Filter of Clearance

Kembali ditegaskan Dirjen Badilum, yang paling utama perlu dilakukan oleh Calon Pimpinan Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus, Kelas I A, dan Kelas I B yang telah lulus Fit & Proper Test adalah dua hal utama. Pertama, harus bersyukur kepada Tuhan, bahwa kompetisi uji kelayakan dan kepatutan serta profile assesment telah dilalui dengan baik dan berhasil. Kedua, masing-masing harus pandai mengukur diri tentang kecakapan, kompetensi dan integritas; karena filter dari semuanya itu sudah melalui filter of clearance dari Kepala Bawas. Menurut Dirjen Badilum, bahwa kenyataannya tidak semua pimpinan pengadilan yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti proses sebagai peserta uji kelayakan dan kepatutan tersebut. Dan yang dipanggil peserta, ada yang tidak lulus. Jadi, haruslah pandai bersyukur.

Profile Assessment

Pada bagian lain, dijelaskan bahwa tentang penempatan dan promosi pada jabatan berikutnya pasca lulus fit & proper test juga didasarkan pada kemampuan psikologis atau kejiwaan yang bersangkutan dalam hal integritas, kepribadian, potensi diri, kapasitas kepemimpinan dan kemampuan manajerial dalam kategori K-2 atau K-3 sesuai hasil Profile Assessment oleh Asesor dari Konsultan PPSDM (Psikologi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia). Jadi, semata-mata bukan kemampuan teknis yudisial saja yang menjadi dasar pertimbangan penempatan dan promosi jabatan pada tahap berikutnya, tetapi harus memerhatikan hasil Profile Assessment personel yang bersangkutan. Demikian pula peringkat kelulusan yang bersangkutan belum menjamin tentang penempatan dalam jabatan berikutnya.

img717 3

Sumber: situs web Ditjen Badan Peradilan Umum

Presentasi Kepemimpinan & Kompetensi

Dikemukakan, "bahwa kepemimpinan Itu dibentuk setiap hari, bukan dibentuk dalam satu hari. Menjadi seorang pemimpin ibaratnya melakukan investasi di pasar saham. Kalau Anda tipe yang berharap bisa kaya dalam sehari, maka tampaknya Anda akan gagal dalam pemahaman leadership," tegas Herri Swantoro.

Semua itu harus dipelajari, kemampuan untuk mengembangkan dan meningkatkan talenta berorganisasi dan memimpin menjadi garis pemisah yang jelas antara pemimpin dan pengikut. Seorang pemimpin sejati akan terus belajar seumur hidup.

Dalam hal proses untuk menuju Peradilan Indonesia dengan raihan predikat Court Excellent itu, maka kita sebagai pemimpin harus terus melakukan pembelajaran untuk menjadi profesional.

 img717 2

Sumber: Erma Suharti

Integritas dan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas

Makna "Integritas" lebih lanjut dipaparkan Dirjen Badilum, mencakup antara lain:

  1. Bertindak dan bersikap jujur dalam berbagai situasi dan kondisi.
  2. Memenuhi komitmen dan janji pribadi.
  3. Mentaati kebijakan organisasi sepanjang waktu secara konsisten.
  4. Menampilkan contoh atau teladan perilaku atau etika standar.
  5. Mempertahankan kesetiaan pada organisasi.
  6. Menghormati Norma-norma sosial dalam berbagai situasi.

Dalam rangka pembangunan Zona Integritas, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:

  1. Menyelaraskan instrumen Zona Integritas dengan instrumen evaluasi Reformasi Birokrasi;
  2. Penyederhanaan pada indikator proses dan indikator hasil yang lebih fokus dan akurat.

Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)

adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.

Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)

Adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

dirjen5septb

Sumber: Erma Suharti

Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Deklarasi/Pernyataan dari pimpinan suatu instansi Pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas pimpinan dan seluruh sebagian besar pegawainya.
  2. Telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan bersama-bersama.
  3. Dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas.
  4. Penanda Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk Instansi Pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah.
  5. Penanda Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi Daerah dilaksanakan oleh pimpinan instansi pimpinan daerah.
  6. KPK, POLRI, unsur masyarakat lainnya seperti Perguruaan Tinggi, tokoh masyarakat/LSM, dunia usaha dapat juga menjadi saksi pada saat Pencanangan Zona Integritas.

Dasar Hukum Pembangunan Zona Integritas:

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Yang Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Di Lingkungan Instansi Pemerintah.
  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  4. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014;
  5. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
dirjen 4b

Sumber: situs web Ditjen Badan Peradilan Umum

Dirjen Badilum dalam konteks ini menegaskan, agar kita mempersiapkan diri dengan Motivasi dan Komitmen untuk mewujudkan dan menjawab itu semua. Tentang hal ini sekaitan dengan materi paparan Kepala Bawas Nugroho Setiadji, yang kembali menegaskan tentang soal integritas, kepribadian dan kepimpinan yang selaras dan serasi dengan Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim (KEH & PPH) dalam bingkai Manajemen Perubahan menuju perbaikan diri. Demikian pula harus responsif dalam hal persoalan disiplin kerja, pengawasan dan pembinaan, serta dalam hal penanganan setiap pengaduan sebagaimana telah diatur prosedurnya dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA), antara lain:

  1. Perma Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya;
  2. Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pembinaan Atasan Langsung Di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Di Bawahnya; dan
  3. Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) Di Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya.

Untuk mengunduh, silakan diklik link tersebut.

dirjen 01b

Sumber: situs web Ditjen Badan Peradilan Umum

Manajemen Risiko

Ruang lingkup Manajemen Risiko meliputi Penetapan Risiko, Identifikasi Risiko, Analisis Risiko, Penanganan Risiko, Evaluasi Risiko, Monitoring dan Reviu.

Penetapan Risiko

Penetapan konteks bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis organisasi sebagai lingkungan tempat manajemen risiko akan diterapkan, dengan cara: 1) Identifikasi lingkungan dan pihak-pihak yang paling berkepentingan dengan proses penerapan manajemen risiko; 2) Pahami ruang lingkup dan tujuan proses, kondisi yang membatasi, serta hasil yang diharapkan dari penerapan manajemen risiko. 3) Tentukan kriteria untuk menganalisis dan mengevaluasi risiko itu.

Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang berpotensi menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya sasaran Unit Pemilik Risiko yang ada dalam organisasi. Proses ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan akibat dari proses terjadinya peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya sasaran.

Analisis Risiko

Analisis risiko bertujuan untuk mengetahui profil dan peta dari risiko-risiko yang ada di suatu satuan organisasi, dan akan digunakan dalam proses evaluasi dan strategi penanganan risiko. Proses analisis risiko dilakukan dengan cara mencermati sumber risiko dan tingkat pengendalian yang ada serta dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi konsekuensi (Impact).

Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko bertujuan untuk menetapkan prioritas risiko yang telah diidentifikasi dan dianalisis. Evaluasi risiko dilakukan agar para pengambil keputusan di suatu organisasi dapat mempertimbangkan tentang perlu tidaknya dilakukan penanganan risiko lebih lanjut serta guna menentukan prioritas penanganannya.

 dirjen5septemb
Sumber: Erma Suharti
dari kiri ke kanan: Albert Usada KPN Palopo, Nuruli Mahdilis KPN Mungkid, Erma Suharti Hakim PN Jakarta Pusat,
Nova Flory Bunda Hakim PN Sidoarjo, Prayitno Iman Santosa KPN Rababima, dan Sugiyanto KPN Pati

Penanganan Risiko

Proses penanganan risiko bertujuan menentukan jenis penanganan yang efektif dan efisien untuk suatu risiko. Penanganan risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai opsi penanganan risiko yang tersedia dan memutuskan opsi penanganan risiko yang terbaik yang dilanjutkan dengan pengembangan rencana mitigasi risiko.

Monitoring dan Reviu

Monitoring merupakan pengamatan terus menerus terhadap kinerja yang sebenarnya dibandingkan kinerja yang diharapkan. Reviu merupakan pemeriksaan periodik terhadap kondisi terkini dan biasanya terfokus pada hal tertentu. Proses monitoring dan reviu dilakukan dengan cara memantau efektivitas rencana penanganan risiko, strategi, dan sistem manajemen risiko.

Hasil Rapat Tim Promosi dan Mutasi Hakim tanggal 7 September 2016.

Demikian, paparan dan presentasi Pembinaan tersebut yang berakhir pada pukul 15.35 wib. Semoga Bermanfaat.

 

albert usada kpnpalopo

*) Disarikan oleh Albert Usada, Ketua PN Palopo Kelas IB.